Kamis, 08 Januari 2015

Industri Gula Nasional dalam koridor AFTA 2015


Apa itu MEA (masyarakat ekonomi asean) atau AEC (asean economic community)


"The ASEAN Economic Community (AEC) shall be the goal of regional economic integration by 2015. AEC envisages the following key characteristics: (a) a single market and production base, (b) a highly competitive economic region, (c) a region of equitable economic development, and (d) a region fully integrated into the global economy."


"The AEC areas of cooperation include human resources development and capacity building; recognition of professional qualifications; closer consultation on macroeconomic and financial policies; trade financing measures; enhanced infrastructure and communications connectivity; development of electronic transactions through e-ASEAN; integrating industries across the region to promote regional sourcing; and enhancing private sector involvement for the building of the AEC. In short, the AEC will transform ASEAN into a region with free movement of goods, services, investment, skilled labour, and freer flow of capital."

KOMUNITAS EKONOMI ASEAN 2015 

Serumpun bangsa di Asia Tenggara yang terdiri dari 10 Negara dengan populasi lebih dari 600 juta penduduk, nilai perdagangan intra ASEAN sekitar USD 600 Milyar dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 17,9 %/tahun (2002-2012), nilai perdagangan external sekitar USD 1800 Milyar, dan dengan jumlah Wisman di atas 35 Juta/tahun.



Pada tahun 2015, Kawasan ASEAN akan menjadi pasar terbuka yang berbasis produksi, dimana aliran barang, jasa,  dan investasi akan bergerak bebas, sesuai dengan kesepakatan ASEAN

Tingkat keunggulan komparatif dan kompetitif yang berbeda antar negara anggota ASEAN akan berpengaruh dalam menentukan manfaat  AEC 2015 di antara negara-negara ASEAN.   


Indonesia harus meningkatkan daya saing guna menghadapi integrasi perekonomian dan meningkatkan potensi pasar domestik (konektivitas dan infrastruktur). Peran inter-konektivitas mutlak dalam mendorong daya saing produk nasional di pasar domestik maupun luar negeri

ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.  

Dalam AFTA,  terdapat skema kesepakatan tarif yang disebut dengan Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA). Skema ini dibuat untuk mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya. 


Perkembangan terakhir terkait AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.


Highly Sensitive Products



    Terkait dengan komoditas tertentu yang bersifat sensitif bagi kepentingan pasar domestik, maka negara anggota ASEAN memasukkannya dalam daftar yang disebut dengan Sensitive List (SL).

     SL memuat cakupan produk yang diklasifikasikan sebagai Unprocessed Agricultural Products. Contohnya beras, gula, produk daging, gandum, bawang putih, dan cengkeh, serta produk tersebut juga harus dimasukkan ke dalam CEPT Scheme tetapi dengan jangka waktu yang lebih lama.

     Semakin pentingnya komoditas beras dan gula, kembali mendorong kesepakatan baru yang tertuang dalam Protocol on Special Arrangement for Sensitive and Highly Sensitive Products.

     Protokol ini menjadi acuan untuk memasukkan produk yang diklasifikasikan ke dalam Highly Sensitive (seperti beras dan gula bagi Indonesia).

     Semakin pentingnya komoditas beras dan gula, kembali mendorong kesepakatan baru khusus kedua produk tsb, yaitu :

1.    Protocol on Special Arrangement for Sensitive and Highly Sensitive Products, 30 September 1999.

2.   First Protocol to Amend the Protocol on Special Arrangements on Sensitive and Highly Sensitive Products, 3 September 2004.

3.    Protocol to Provide Special Consideration for Rice and Sugar, 23 August 2007.

4.    Protocol to Amend the Protocol to Provide Special Consideration for Rice and Sugar, Ha Noi, Viet Nam, 28 October 2010.
     Tujuannya adalah menghindari lonjakan impor dari negara anggota ASEAN lainnya yang menyebabkan atau mengancam kerugian yang serius terhadap industri dalam negeri
 

Berdasarkan kesepakatan AFTA, maka bea masuk untuk sejumlah produk akan diturunkan bertahap, dan menjadi 0% pada 2015


Untuk produk gula, maka bea masuk 2014 sebesar 10-20 persen, akan diturunkan menjadi 5-10 persen pada tahun 2015.



Hingga saat ini Indonesia masih menempatkan komoditas beras dan gula dalam highly sensitive list sehingga tarif atau bea masuk kedua komoditas tersebut belum dihapus.


Dengan masih diperbolehkannya menerapkan tarif, pemerintah Indonesia  menetapkan bea masuk (BM) yang berlaku adalah Rp790/kg untuk gula rafinasi, sedangkan gula mentah (raw sugar) menjadi Rp550/kg.   

Tarif bea masuk gula ini  sesuai dengan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) 2007 berdasarkan Permenkeu No. 110/2006.


Walaupun begitu, untuk menjadikan kedua komoditas tersebut tetap berada dalam highly sensitive list,  Indonesia harus memperbaruinya setiap tahun dengan menyatakan alasan yang jelas tentang perlunya perpanjangan waktu untuk tetap masuk ke dalam highly sensitive list.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar