Minggu, 25 Agustus 2013

Indonesia dalam Potret Gula Dunia


Perjalanan panjang gula, khususnya gula tebu (sugar cane), Saccharum Oficinarum (Latin), "sukar" (Arab) atau "sarkara" (Sanskrit), telah melahirkan wajah dunia baru. Berasal dari Pacific, kemudian menyebar dan Perang Salib membawa tebu hingga Eropa, serta Columbus membawa tebu ke "Dunia Baru" benua Amerika.

Perkembangan perkebunan tebu dan industri pergulaan modern berlatar belakang sistem intsitusi perbudakan. Clarence Flenderson menyebutkan bahwa sekitar 12 juta budak dari Afrika Barat telah dibawa ke kepulauan Karibea dalam kurun 450 tahun, yaitu antara tahun 1450 dan 1900. Ia menulis, "sejarah produksi gula berkaitan erat dengan evolusi yang merefleksikan dua hal ketidakmanusiawian manusia terhadap manusia yaitu kolonialisme dan perbudakan".

Dalam zaman global saat ini, gula masih menjadi komoditas penting (strategis) dengan daya manfaat yang luas.  Dan kedepannya akan menjadi salah satu sumber energi terbarukan yang berskala regional maupun nasional.

Menurut organisasi gula dunia, The International Sugar Organization (ISO) yang berpusat di London memperkirakan surplus gula dunia tahun 2011/12 naik dari 4,46 juta ton sebelumnya menjadi 5,17 juta ton. Produksi dunia pada 2011/12 diperkirakan akan mencapai 173 juta ton, naik 4,9 persen dari musim sebelumnya, dan konsumsi naik 2,3 persen menjadi 167,83 juta ton.

Revisi atas proyeksi surplus produksi dunia itu  didorong oleh ekspektasi meningkatnya produksi di beberapa negara produsen kunci, seperti Rusia, Uni Eropa, India, Pakistan dan Ukraina, meskipun pengurangan produksi akan terjadi di produsen terbesar gula saat ini, Brazil.

Masih menurut ISO bahwa berkurangnya stok ekspor di Brazil tampaknya akan bisa diimbangi oleh stok ekspor dari pemain utama lainnya, termasuk Australia, Uni Eropa, India dan Thailand dan proyeksi ekspor gula dunia akan tumbuh secara marginal, sebesar 53,27 juta ton, naik 0,51 juta ton dari tahun sebelumnya.

Di sisi lain, impor dunia diperkirakan akan berkurang dikarenakan tingginya produksi gula di negara-negara pengimpor. Impor gula diproyeksikan akan berada di angka 49,15 juta ton, turun dari perkiraan sebelumnya sebesar 52,76 juta ton. Impor tertinggi sempat tercatat pada tahun 2009/10 sebesar 55,4 juta ton. Adanya revisi ke atas tersebut, membuat ISO memperkirakan akan mendorong penimbunan stok pada paruh kedua musim di tahun 2011/12.

Dewan Gula Indonesia telah merekomendasikan impor gula kasar (raw sugar) sebesar 240 ribu ton yang diharapkan akan diolah menjadi 220 ribu gula kristal putih, demi memenuhi kebutuhan konsumen. Menurut Asosiasi Gula Indonesia, impor gula Indonesia 60 persen berasal dari Thailand, 20 persen dari Brazil dan 10 persen dari Australia.
Indonesia diperkirakan akan menggantikan Cina sebagai negara importir gula mentah (raw sugar) terbesar di dunia. Organisasi Gula Internasional (ISO) memperkirakan konsumsi gula Indonesia akan tumbuh 4 persen per tahun untuk memenuhi kebutuhan 240 juta jiwa penduduk nasional.

“Kami memperkirakan Indonesia akan mengimpor 2,15 juta ton gula mentah pada 2012-2013. Angka itu akan membuat Indonesia sebagai pengimpor gula mentah terbesar di dunia,” ujar ekonom senior Organisasi Gula Internasional, Sergey Gudoshnikov, seperti dikutip
Reuters.

Indonesia saat ini sedang mendorong produksi gula. Namun, di sisi lain, investasi di sektor ini masih minim sehingga tingginya permintaan mengakibatkan Indonesia harus mengimpor gula mentah setiap tahun. Di sisi lain, pengimpor gula mentah terbesar dunia lain, seperti Cina dan Rusia, kini mulai mengembangkan pabrik
refinery untuk mengurangi angka impor.

Impor gula Indonesia besar karena jumlah penduduk banyak, sementara produksi gula nasional tidak cukup untuk memenuhi permintaan. Indonesia memiliki delapan
refinery, yang mayoritas dibangun pada dekade lalu. Sedangkan dua lainnya saat ini sedang dalam tahap pembangunan. Problem lain yakni cuaca menjadi hambatan di Indonesia dan lahan tersedia (available) minim dibandingkan beberapa negara produsen gula saat ini.

Cina dan Rusia telah memanfaatkan naiknya biaya produksi gula di Brasil untuk menggenjot produksi gula lokal. Sulitnya menemukan lahan di Jawa dan tidak menentunya kondisi cuaca membuat Indonesia kesulitan melakukan langkah seperti Rusia dan Cina.  

Dihadapkan pada situasi pergulaan sebagaimana diungkapkan di atas, posisi Indonesia dapat terbayang lebih jelas. Kelebihan stok gula dunia tersebut akan terus mencari jalan untuk mengalir ke pasar. Aliran tersebut akan menuju ke tempat yang paling mudah dan mampu menyerap besar. Indonesia merupakan pasar gula yang sangat potensial. Karena itu, sebuah sumber menyatakan: "masa depan gula Indonesia sangat tergantung pada keputusan politik apakah pergulaan Indonesia akan dibangkitkan kembali atau akan dibiarkan mati".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar